Reisumut.com – Semarang Rabu, 16
April 2014
Pengembangan rumah sederhana masih menghadapi kendala, mengingat para
pengembang menunggu keputusan pemerintah terkait penghapusan pajak 10 % untuk
harga baru rumah sederhana yang mencapai Rp 105 juta.
“ Kalau tidak ada pembebasan
pajak maka akan memberatkan masyarakat yang berpenghasilan rendah, harga Rp 105
juta itu bagi mereka besar sekali ,” ujar Wakil Ketua Real Estat Indonesia
(REI) bidang rumah sederhana Andi Kurniawan di Semarang, kamis (10/04/2014). Menurutnya
pertumbuhan rumah sederhana melalui program FLPP (Fasilitas Likuiditas
Pembiayaan Perumahan) pada triwulan pertama tahun ini tidak ada lonjakan yang
signiifikan.
Pihaknya berharap keputusan
menteri Keuangan terkait pembebasan
pajak tersebut bisa segera turun namun dari informasi terakhir yang diperoleh,
kementerian keuangan menghendaki berkas yang diajukan oleh Kementerian
Perumahan Rakyat dilengkapi dengan berkas dari Departemen Pekerjaan Umum (PU)
“padahal angka Rp 105 juta ini sudah dari kementerian PU yang berdasarkan
masukan teman – teman pengembang di daerah, “ jelasnya.
Andi mengatakan keterlambatan
keputusan tersebut otomatis membuat program FLPP cenderung melambat karena
banyak pengembang yang enggan untuk
membuat rumah sederhana .” Jika tidak ingin kena pajak maka semua pengembang diwajibkan
untuk menjual rumah sederhana dengan harga Rp 88 juta, sementara saya pribadi saja sudah tidak bisa,
ini yang mengakibatkan tidak ada faktor yang bisa mendongkrak penjualan di
bidang rumah sederhana,’ jelasnya.
Mengenai
kemungkinan penyempitan bangunan agar bisa sesuai dengan harga Rp 88 juta
tersebut pihaknya khawatir tidak ada orang tertarik untuk membeli . “ sekarang
orang sudah enggan untuk membeli rumah dengan type di bawah 27 itu hanya berisi
satu kamar dan sudah bukan tren lagi,” jelasnya lagi. Oleh karena itu pihaknya
mewakili pengembang berharap pemerintah segera memberikan keputusan terkait
kondisi tersebut. (Rizal/MB)