Medan - reisumut.com
Dihubungi reisumut.com melalui selulernya, Poltak
M. Banjarnahor. SS langsung mengangkat telephone genggamnya dan menanyakan
gerangan apa yang harus saya bantu, reisumut.com langsung tidak basa – basi
lagi langsung memintanya sebagai nara sumber berita yang lagi senter mengenai
minimnya dukungan Pemerintah daerah dan kota bagi percepatan Pembangunan RST,
beliaupun siap untuk memberikan masukan untuk reisumut.com. beliau meminta
bertemu di Kantor Sekretariat DPD REI Sumut. Siapa
yang tidak kenal dengan Poltak M. Banjarnahor. SS sosok tubuhnya yang cold men dan perawakan
hitam manis ini,beliau tidak pelit
dengan informasi mengenai perumahan khususnya RST, dialah Direktur Utama PT. Wahana Aspirasi
bineka yang banyak berkiprah dalam
pembangunan rumah khusus untuk kalangan masyarakat bawah alias Rumah Sederhana
Tapak (RST ) yang dapat bantuan pemerintah dengan program FLPP, beliau adalah pengusaha yang
bergerak di bidang pembangun rumah murah
di beberapa kawasan di daerah Deli Serdang dan sudah membangun Rumah murah untuk masyarakat
berpengasilan rendah sebanyak ratusan
unit di beberapa kawasan di Deli Serdang.
Tatap muka
langsung dengan Poltak M. Banjarnahor. Ss, reisumut.com di Sekretariat
DPD REI Sumut langsung menanyakan perihal minimnya Dukungan Pemerintah terhadap
pembangunan Rumah Murah (RST) khususnya di Sumatera Utara, beliau langsung
menjawab Pembangunan perumahan adalah hak dasar manusia yang harus
diselenggarakan pemerintah daerah (pemprov/pemkab/pemko) ternyata masih jauh
harapan.
Lihat saja program pemerintah sejuta rumah yang
dicanangkan sudah berapa tahun yang lalu, tinggal sebatas jargon politik semata
semuanya hanya jalan ditempat alias lambat.” Ujar Poltak M. Banjarnahor,SS.
Apakah dengan otonomi daerah pembangunan rumah murah berjalan seperti yang
diharapkan pengembang saat ini. Di era otonomi daerah ternyata tugas yang
diemban Kementerian Negara Perumahan
Rakyat sering tak seiring dengan kebijakan pemerintah daerah.
Dalam hal perijinan pembangunan perumahan sederhana
sehat, sekarang bernama Rumah Sederhana Tapak (RST ),” ujarnya misalnya, banyak
daerah yang tidak membedakan besarnya biaya yang ditarik untuk berbagai
perizinan antara RST bersubsidi dengan rumah non subsidi. “ Pemda tetap saja
menyamakan besarnya biaya dan menjadikan itu sebagai pendapatan asli daerah.”
Ungkap poltak yang pada periode 2011 – 2014 menjabat sebagai Wakil Bendahara
DPD REI Sumatera Utara. Bukan itu saja contoh terbaru
adalan progres percepatan
pembangunan Rumah Sederhana Tapak (RST), banyak pembangunan rumah murah untuk
Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Sumatera Utara secara kasat mata
orang bisa melihat bahwa rumah itu khusus untuk masyarakat berpenghasilan
rendah, tetapi izinya masih lambat dan berbelit – belit dan biayanya terlalu mahal
maka yang menanggung semua itu ada pada konsumen, jika sudah mahal masyarakat
tidak mampu untuk membelinya, alih – alih masyarakat tidak dapat memiliki rumah
dan Depelover tersendat untuk pembangunannya karena tidak ada konsumen yang
membeli. “ Aneh sekali pemda semua super lambat, mending kalau tahu begini,
dari awal lebih enak membangun rumah komersial.” Ujarnya. Bagaimana dalam
menyediakan hunian murah bagi masyarakat.
Sesuai dengan amanah PP 38/2007 bahwa pembangunan
perumahan merupakan salah satu urusan wajib yang harus diselenggarakan pemda (prov/kab/kota). Disamping adanya PP
38/2007 muncul juga PP 41/2007 tentang organisasi perangkat daerah untuk
mendukung penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman di daerah. Namun
dalam implementasinya, apa yang diinginkan Peraturan Pemerintah tersebut
ternyata tidak bisa diterapkan sesuai dengan harapan. “ ujar Poltak M.
Banjarnahor.Ss jebolan S1 ( strata satu ) universitas Darma Agung Medan yang
hobby dengan renang dan poli ini.
Satu lagi terbukti berbagai instansi yang mengurusi
penyelenggaraan pembangunan perumahan khususnya RST di daerah menggunakan
aturan main yang berbeda, kalau saja penyedian rumah murah bisa terlaksana
dengan baik, itu tidak menjadi masalah. Tetapi fakta meperlihatkan , penyediaan
rumah murah khususnya RST masih terus ketinggalan dibanding kebutuhan.
Alhasil backlog perumahan murah terus meningkat.
Contoh – contoh ini adalah salah satu kasus dimana
kebijakan pemerintah pusat tak mengalir sampai kebawah, hal itu sekaligus menunjukkan carut marutnya implementasi kebijakan pusat dengan regulasi yang ditetapkan pemerintah daerah di lapangan. Otonomi daerah belum bisa memacu perbaikan kesejahteraan masyarakat di daerah. Tetapi kini otonomi daerah bisa dibilang menjadi biang keladi minimnya pasokan penyedian rumah murah dan terjangkau.
kebijakan pemerintah pusat tak mengalir sampai kebawah, hal itu sekaligus menunjukkan carut marutnya implementasi kebijakan pusat dengan regulasi yang ditetapkan pemerintah daerah di lapangan. Otonomi daerah belum bisa memacu perbaikan kesejahteraan masyarakat di daerah. Tetapi kini otonomi daerah bisa dibilang menjadi biang keladi minimnya pasokan penyedian rumah murah dan terjangkau.
Idealnya ke depan tata kelola pemerintahan daerah
yang baik itu salah satu indikatornya adalah apakah pemerintah daerah sudah
memiliki kebijakan yang pro pada pengembangan perumahan rakyat, khususnya
masyarakat kelas menengah kebawah, yang ironisnya lagi para pengembang yang
membangun rumah murah masih menunggu kebijakan pemerintah pusat khususnya
stakehorder mengenai harga RST dari harga Rp 88 juta yang disesuaikan menjadi harga
Rp 117 juta telah disetujui oleh
Kemenpera namun dari Menteri keuangan belum juga terealisasi, karena berdampak
pada proses KPR karena pihak perbankan masih mau menunggu dari Menteri Keuangan
apakah dengan harga Rp 117 juta ini dibebaskan dari PPN atau tidak .” Ujar
Poltak M. Banjarnahor. Ss bapak dari tiga orang anak ini mengakhiri wawancara dengan reisumut.com
(rizal)